skip to main |
skip to sidebar
Hijab
Habib Munzir Almusawa - Hijab
Hijab secara bahasa : adalah penutup/ penghalang/ pembatas
Secara Syari?ah : penutup aurat berupa kain atau benda apapun yg
menghalangi terlihatnya warna kulit (tidak transparan seperti plastik,
kaca dlsb) bagi pria menurut Madzhab Syafi?I adalah antara Lutut dan
pusar, bagi budak adalah dua kemaluannya,
dan bagi wanita
adalah seluruh tubuhnya dalam madzhab syafi?I., dan pendapat lain
mengatakan seluruh tubuhnya kecuali wajah. Dan bagi kita untuk sedikit
demi sedikit merangkak pada syari?ah, kalau ia wanita yg biasa membuka
auratnya, maka baiknya ia memulai dengan menggunakan pakaian panjang,
atau celana panjang, lalu mulai mengenakan jilbab ringkas, lalu berjalan
waktu dengan kemuliaan yg ada pd Imannya untuk menggunakan jilbab yg
lebih menutup seluruh rambut dan lehernya, lalu kemudian ia meningkat
kpd hal yg lebih mulia, yaitu meninggalkan pakaian2 ketatnya menuju
kepada kesempurnaan puncak, yaitu sempurnanya Syariah atas mereka, yaitu
menutup seluruh tubuhnya dan menggunakan pakaian yg longgar
Ada hadits, bahwa Rasul saw bertanya pada para sahabat, : ?wanita
manakah yg paling sempurna??. Maka semua sahabat terdiam, dan saat itu
diantara mereka adalah Sayyidina Ali kw, yg kemudian bertanya pd
Istrinya (Fathimah Puteri Rasul saw), maka Fathimah Azzahra Radhiyallah
?anha (beliau digelari Sayyidatunnisa?il?alamin : pemimpin wanita
seluruh alam) menjawab : ?wanita yg tak melihat lelaki dan tak terlihat
oleh kaum lelaki?. Maka ketika ucapan ini disampaikan pd Rasul saw maka
Rasul saw berkata : ?tepat..!?.
Dalil atas hijab ini sudah
jelas dalam Alqur?an pun dijelaskan dengan jelas, pada surat Annuur ayat
31 : ?KATAKANLAH PADA WANITA WANITA BERIMAN (mukminat : orang beriman
dari kaum wanita) AGAR MENUNDUKKAN PANDANGANNYA DARI MELIHAT KAUM LELAKI
DAN MENJAGA KEMALUANNYA DARI HAL YG DIHARAMKAN, DAN JANGAN PULA
MEMPERLIHATKAN PERHIASANNYA (kalung dlsb), KECUALI YG TERLIHAT
DIPAKAIANNYA, DAN AGAR MENUTUPKAN CADARNYA DIATAS WAJAHNYA DAN DADA
SERTA LEHERNYA, DAN JANGANLAH MEMPERLIHATKAN PERHIASANNYA (dan membuka
jilbabnya) KECUALI PADA SUAMINYA, ATAU AYAH MEREKA, ATAU AYAH DARI SUAMI
MEREKA (mertua), ATAU ANAK LELAKI MEREKA (anak kandung atau anak
suson), ATAU ANAK SUAMI MEREKA (anak tiri mereka), ATAU SAUDARA SAUDARA
MEREKA (adik/kakak secara keturunan dan suson), ATAU ANAK SAUDARA MEREKA
(keponakan), ATAU WANITA LAINNYA (wanita muslimah lainnya, dan aurat
harus tertutup pula bila berhadapan dg wanita non muslim), ATAU BUDAK
WANITA MEREKA?..hingga akhir ayat? (Annur 31).
(rujuk Tafsir Ibn Abbas surat Annuur)
Namun pendapat yg kedua berpendapat bahwa hal ini (menutup seluruh
tubuh dengan serapat2nya hingga tak terlihat oleh kaum lelaki) adalah
hanya pd istri istri Rasul saw, namun pendapat pertama yg lebih Arjah
(lebih kuat), demikian dalam madzhab syafi'i, namun ada perbedaan pd
madzhab yg lain, wallahu a'lam
ada pula keringanan bagi wanita
yg bekerja, untuk membuka wajahnya, demikian dalam kitab Syarh Baijuri
Syarh Abi Syuja' alaa Madzhab Syafi;i, bab Ahkam Shalat.Maka jelaslah
sudah bahwa kesimpulannya puncak kehormatan wanita adalah menutupi
dirinya hingga tak terlihat oleh kaum lelaki. (wanita yg berjilbab dan
berpakaian agak ketat, masih akan terlihat lekukan dan bagian tubuh yg
menonjol di bagian dada dan belakangnya). Inilah puncak kesempurnaan
wanita.
dan masih banyak lagi dari hal hal yg diperintahkan
Allah yg mungkin belum mampu kita jalankan secara keseluruhan, seperti
membicarakan aib orang lain misalnya, merupakan dosa besar, demikian
pula mengumpat dll, namun ini semua tak akan kita mampu menghindarinya
kecuali dg Tadriij (bertingkat tingkat dan selangkah demi selangkah).
Dan setiap usaha untuk mencapai suatu perintah Allah, merupakan pahala,
sebagaimana saya jelaskan diatas, maka wanita yg menyadari bahwa menutup
seluruh tubuhnya adalah wajib, lalu ia mulai berusaha menutup auratnya
sedikit demi sedikit, maka saat saat waktu berjalan itu ia tertulis
sebagai wanita yg menuju kesempurnaan, contoh :
Dua orang wanita sama sama mengenakan pakaian ketat, kita sebutlah rani dan rena.
Rena memang sejak dewasa sudah asyik dg celana ketat, dan tak pernah perduli dg perintah Allah swt walaupun ia seorang muslim,
namun Rani pada awalnya adalah wanita yg suka memakai celana pendek
didepan umum, namun ia kemudian mengetahui bahwa setiap wanita harus
menutup auratnya, rani pun menyesali dosanya, ia membatin?? aduh.. aku
belum mampu tuh kalau harus pakai tutupan lengkap.., tapi kalau aku gini
ya aku dosa.. ah.. biar deh.. aku akan coba perlahan lahan, supaya ngga
nyolok juga, dan aku bercita cita akan sampai pada kesempurnaan kaum
wanita dan kehormatan tertinggi..?. maka ia membeli celana ketat untuk
menggantikan celana pendeknya.. dan ia sudah melirik lirik jilbab ketat
yg akan ia gunakan dalam waktu dekat, dan ia telah memesan pakaian
daster longgar dengan warna yg indah walau ia masih ragu kapan akan
mampu menggunakannya.
Wah? alangkah tingginya derajat Rani diatas
Rena, bukankah sama sama menggunakan pakaian ketat?, yah.., namun
sanubari yg menyimpan Niat mulia, berbeda dengan sanubari yg kosong dari
Niat Mulia, sebagaimana Berlian dan Batu kali, sama sama berasal dari
bebatuan dan namanya pun tetap batu, namun? jauh berbeda kehormatannya
di mata orang, lalu bagaimana kalau kehormatannya jauh berbeda bukan
dimata orang, tapi dimata Allah..?
Wanita menggunakan hijab
karena menjalankan perintah yg Maha Menciptakannya dari ketiadaan,
sebagaimana lelakipun diperintahkan menutupi auratnya, sebagaimana kita
mematuhi aturan rt, rw, aturan lalu lintas, sabuk pengaman, helm dlsb,
mungkin kita akan melanggar bila kita yakin akan bisa terhindar dari
denda atau hukuman,
namun kita akan patuh dengan santai menggunakan
helm dan atau sabuk pengaman atau mematuhi aturan lalu lintas, bila
dengan setiap kepatuhan itu kita dibayar dengan kwitansi mendapatkan
sebuah Rumah Istana yg Maha Megah dengan segala keindahan dan
kemewahannya, dan kita takut pula melanggarnya karena pasti dicengkeram
dalam siksaan penjara super kejam ribuan tahun?, bukankah demikian?,
ya.. demikianlah orang orang yg berakal.
Dan bagaimana mereka yg menolaknya?, bukankah mereka orang yg merugi?,
Ya? mereka orang orang yg merugi.
Namun diatas itu semua, Allah tak akan memaksa lebih dari kemampuan
kita, maka janganlah gusar dengan perintahnya, karena gusar dan
penentangan akan membuka gerbang kemarahan Nya semakin membesar, namun
tunduk dan pasreah lah pada Nya, mengadulah bahwa kita masih sangat
lemah untuk mengamalkan beberapa perintahnya, wahai penduduk Bumi, jauh
berbeda antara orang yg ketika diperintah Raja, lalu ia mengatakan pada
Raja : ?aku tak mau..!!, aku menolak dan benci..!?, atau orang yg
berkata pd Rajanya : ?maafkan kelemahanku.., aku tak mampu..kasihanilah
kelemahanku..?.
Wallahu a?lam
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=28&func=view&id=147&catid=8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar