Jumat, 13 Juni 2014
Mengirim Pahala dan Bacaan Kepada Mayit
MENGIRIM PAHALA DAN BACAAN KEPADA MAYIT
1.Ucapan Imam Nawawi dalam Syarah Nawawi ala Shahih Muslim Juz 1 hal 90 menjelaskan
من أراد بر والديه فليتصدق عنهما فان الصدقة تصل الى الميت وينتفع بها بلا خلاف بين المسلمين
وهذا هو الصواب وأما ما حكاه أقضى القضاة أبو الحسن الماوردى البصرى الفقيه
الشافعى فى كتابه الحاوى عن بعض أصحاب الكلام من أن الميت لا يلحقه بعد موته ثواب فهو مذهب
باطل قطعيا وخطأ بين مخالف لنصوص الكتاب والسنة واجماع الامة فلا التفات اليه ولا تعريج عليه
وأما الصلاة والصوم فمذهب الشافعى وجماهير العلماء أنه لا يصل ثوابها الى الميت الا اذا كان
الصوم واجبا على الميت فقضاه عنه وليه أو من أذن له الولي فان فيه قولين للشافعى أشهرهما عنه
أنه لا يصلح وأصحهما ثم محققى متأخرى أصحابه أنه يصح وستأتى المسألة فى كتاب الصيام ان
شاء الله تعالى وأما قراءة القرآن فالمشهور من مذهب الشافعى أنه لا يصل ثوابها الى الميت وقال
بعض أصحابه يصل ثوابها الى الميت وذهب جماعات من العلماء الى أنه يصل الى الميت ثواب جميع
العبادات من الصلاة والصوم والقراءة وغير ذلك وفى صحيح البخارى فى باب من مات وعليه نذر
أن ابن عمر أمر من ماتت أمها وعليها صلاة أن تصلى عنها وحكى صاحب الحاوى عن عطاء بن
أبى رباح واسحاق بن راهويه أنهما قالا بجواز الصلاة عن الميت وقال الشيخ أبو سعد عبد الله بن
محمد بن هبة الله بن أبى عصرون من أصحابنا المتأخرين فى كتابه الانتصار الى اختيار هذا وقال
الامام أبو محمد البغوى من أصحابنا فى كتابه التهذيب لا يبعد أن يطعم عن كل صلاة مد من طعام
.وكل هذه إذنه كمال ودليلهم القياس على الدعاء والصدقة والحج فانها تصل
Berkata Imam Nawawi : “Barangsiapa yang ingin berbakti pada ayah ibunya maka ia boleh bersedekah atas nama mereka (kirim amal sedekah untuk mereka), dan sungguh pahala shadaqah itu sampai pada mayyit dan akan membawa manfaat atasnya tanpa ada ikhtilaf diantara muslimin, inilah pendapat terbaik, mengenai apa – apa yang diceritakan
pimpinan Qadhiy Abul Hasan Almawardiy Albashriy Alfaqiihi Assyafii mengenai ucapan beberapa Ahli Bicara (semacam wahabiy yang hanya bisa bicara tanpa ilmu) bahwa mayyit setelah wafatnya tak bisa menerima pahala, maka pemahaman ini Batil secara jelas dan kesalahan yg diperbuat oleh mereka yang mengingkari nash – nash dari Alqur’an dan
Alhadits dan Ijma ummat ini, maka tak perlu ditolelir dan tak perlu diperdulikan. Namun mengenai pengiriman pahala shalat dan puasa, maka madzhab Syafii dan sebagian ulama mengatakannya tidak sampai kecuali shalat dan puasa yang wajib bagi mayyit, maka boleh di Qadha oleh wali nya atau orang lain yang diizinkan oleh walinya,
maka dalam hal ini ada dua pendapat dalam Madzhab Syafii, yang lebih masyhur hal ini tak sampai, namun pendapat kedua yang lebih shahih mengatakan hal itu sampai, dan akan kuperjelas nanti di Bab Puasa Insya Allah Ta’ala
.
Mengenai pahala Alqur’an menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafii bahwa tak sampai pada mayyit, namun adapula pendapat dari sahabat sahabat Syafii yang mengatakannya sampai, dan sebagian besar ulama mengambil pendapat bahwa
sampainya pahala semua macam ibadah, berupa shalat, puasa, bacaan Alqur’an, ibadah dan yang lainnya, sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari pada Bab :
“Barangsiapa yang wafat dan atasnya nadzar” bahwa Ibn Umar memerintahkan seorang
wanita yang wafat ibunya yang masih punya hutang shalat agar wanita itu membayar(meng qadha) shalatnya, dan dihikayatkan oleh Penulis kitab Al Hawiy, bahwa Atha bin Abi Ribah dan Ishaq bin Rahawayh bahwa mereka berdua mengatakan bolehnya shalat dikirim untuk mayyit,
Telah berkata Syeikh Abu Sa’ad Abdullah bin Muhammad bin Hibatullah bin Abi Ishruundari kalangan kita (berkata Imam nawawi dengan ucapan : “kalangan kita” maksudnya
dari madzhab syafii) yang muta’akhir (dimasa Imam Nawawi) dalam kitabnya Al Intishar
ilaa Ikhtiyar bahwa hal ini seperti ini. (sebagaimana pembahasan diatas), berkata Imam
Abu Muhammad Al Baghawiy dari kalangan kita dalam kitabnya At Tahdzib : Tidak jauh bagi mereka untuk memberi satu Mudd untuk membayar satu shalat (shalat mayyit yang tertinggal) dan ini semua izinnya sempurna, dan dalil mereka adalah Qiyas atas Doa dan
sedekah dan haji (sebagaimana riwayat hadist - hadits shahih) bahwa itu semua sampaidengan pendapat yang sepakat para ulama. (Syarh Nawawi Ala Shahih Muslim Juz 1 hal90)
Maka jelaslah sudah bahwa Imam Nawawi menjelaskan dalam hal ini ada dua pendapat,dan yang lebih masyhur adalah yang mengatakan tak sampai, namun yang lebih shahih mengatakannya sampai, tentunya kita mesti memilih yang lebih shahih, bukan yang lebih masyhur, Imam nawawi menjelaskan bahwa yang shahih adalah yang mengatakan
sampai, walaupun yang masyhur mengatakan tak sampai, berarti yang masyhur itu dhoif, dan yang shahih adalah yang mengatakan sampai, dan Imam Nawawi menjelaskan pula bahwa sebagian besar ulama mengatakan semua amal apahal sampai.
Inilah liciknya orang – orang wahabi, mereka bersiasat dengan “gunting tambal”, mereka menggunting – gunting ucapan para Imam lalu ditampilkan di web – web, inilah bukti
kelicikan mereka, Saya akan buktikan kelicikan mereka:
Lalu berkata pula Imam Nawawi :
أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع العلماء وكذا أجمعوا على وصول
الدعاء وقضاء الدين بالنصوص الواردة في الجميع ويصح الحج عن الميت اذا كان حج الاسلام وكذا
اذا وصى بحج التطوع على الأصح عندنا واختلف العلماء في لصوم اذا مات وعليه صوم فالراجح
جوازه عنه للأحاديث الصحيحة فيه، والمشهور في مذهبنا أن قراءة القرآن لا يصله ثوابها وقال
جماعة من أصحابنا يصله ثوابها وبه قال أحمد بن حنبل
“Sungguh sedekah untuk dikirimkan pada mayyit akan membawa manfaat bagi mayyit dan akan disampaikan padanya pahalanya, demikian ini pula menurut Ijma (sepakat) para ulama, demikian pula mereka telah sepakat atas sampainya doa – doa, dan pembayaran hutang (untuk mayyit) dengan nash – nash yang teriwayatkan masing masing, dan sah pula haji untuk mayyit bila haji muslim,
Demikian pula bila ia berwasiat untuk dihajikan dengan haji yang sunnah, demikian pendapat yang lebih shahih dalam madzhab kita (Syafii), namun berbeda pendapat para ulama mengenai puasa, dan yang lebih benar adalah yang membolehkannya sebagaimana
hadits – hadits shahih yang menjelaskannya, dan yang masyhur dikalangan madzhab kita bahwa bacaan Alqur’an tidak sampai pada mayyit pahalanya, namun telah berpendapat sebagian dari ulama madzhab kita bahwa sampai pahalanya, dan Imam Ahmad bin
Hanbal berpegang pada yang membolehkannya” (Syarh Imam Nawawi ala Shahih Muslim Juz 7 hal 90).
Dan dijelaskan pula dalam Almughniy :
ولا بأس بالقراءة ثم القبر وقد روي عن أحمد أنه قال إذا دخلتم المقابر اقرؤوا آية الكرسي وثلاث
مرار قل هو الله أحد الإخلاص ثم قال اللهم إن فضله لأهل المقابر، وروي عنه أنه قال القراءة ثم
القبر بدعة وروي ذلك عن هشيم قال أبو بكر نقل ذلك عن أحمد جماعة ثم رجع رجوعا أبان به عن
نفسه فروى جماعة أن أحمد نهى ضريرا أن يقرأ ثم القبر وقال له إن القراءة ثم القبر بدعة فقال له
محمد بن قدامة الجوهري يا أبا عبد الله ما تقول في مبشر فلهذا قال ثقة قال فأخبرني مبشر عن أبيه
أنه أوصى إذا دفن يقرأ عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصي بذلك قال أحمد
بن حنبل فارجع فقل للرجل يقرأ
“Tidak ada larangannya membaca Alqur’an dikuburan , dan telah diriwayatkan dari Ahmad bahwa bila kalian masuk pekuburan bacalah ayat Alkursiy, lalu Al Ikhlas 3X, lalu
katakanlah : Wahai Allah, sungguh pahalanya untuk ahli kubur”.
Dan diriwayatkan pula bahwa bacaan Alqur’an di kuburan adalah Bid’ah, dan hal ituadalah ucapan Imam Ahmad bin Hanbal, lalu muncul riwayat lain bahwa Imam Ahmad melarang keras hal itu, maka berkatalah padanya Muhammad bin Qudaamah : Wahai Abu
Abdillah (nama panggilan Imam Ahmad), apa pendapatmu tentang Mubasyir (seorang perawi hadits), Imam Ahmad menjawab : Ia Tsiqah (kuat dan terpercaya riwayatnya),
maka berkata Muhammad bin Qudaamah sungguh Mubasyir telah meriwayatkan padaku dari ayahnya bahwa bila wafat agar dibacakan awal surat Baqarah dan penutupnya, dan bahwa Ibn Umar berwasiat demikian pula!”, maka berkata Imam Ahmad :”katakan pada
orang yang tadi ku larang membaca Alqur’an dikuburan agar ia terus membacanya lagi..”. (Al Mughniy Juz 2 hal : 225)
Dan dikatakan dalam Syarh Al Kanz :
وقال في شرح الكنز إن للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان أو صوما أو حجا أو صدقة أو
قراءة قرآن ذلك من جميع أنواع البر ويصل ذلك إلى الميت، وينفعه ثم أهل السنة انتهى والمشهور
من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب قراءة القرآن وذهب أحمد بن
حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل كذا ذكره النووي في الأذكار
وفي شرح المنهاج لابن النحوي لا يصل إلى الميت عندنا ثواب القراءة على المشهور والمختار
الوصول إذا سأل الله إيصال ثواب قراءته وينبغي الجزم به لأنه دعاء فإذا جاز الدعاء للميت بما
ليس للداعي فلأن يجوز بما هو له أولى ويبقى الأمر فيه موقوفا على استجابة الدعاء وهذا المعنى
لا يختص بالقراءة بل يجري في سائر الأعمال والظاهر أن الدعاء متفق عليه أنه ينفع الميت والحي
القريب والبعيد بوصية وغيرها وعلى ذلك أحاديث كثيرة
“dijelaskan pada syarah Al Kanz, Sungguh boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala amal kepada orang lain, shalat kah, atau puasa, atau haji, atau shadaqah, atau Bacaan
Alqur’an, dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayyit dan itu sudah disepakati dalam Ahlussunnah waljamaah.
Namun hal yang terkenal bahwa Imam Syafii dan sebagian ulamanya mengatakan pahala pembacaan Alqur’an tidak sampai, namun Imam Ahmad bin Hanbal, dan kelompok besar dari para ulama, dan kelompok besar dari ulama syafii mengatakannya pahalanya
sampai, demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,
Dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj oleh Ibn Annahwiy : “tidak sampai pahala bacaan Alqur’an dalam pendapat kami yang masyhur, dan maka sebaiknya adalah pasti sampai bila berdoa kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya itu,
Dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa, karena bila dibolehkan doa tuk mayyit, maka menyertakan semua amal itu dalam doa tuk dikirmkan merupakan hal yang lebih baik, dan ini boleh tuk seluruh amal, dan doa itu sudah Muttafaq alaih (tak ada ikhtilaf) bahwa doa itu sampai dan bermanfaat pada mayyit bahkan pada yang hidup,
keluarga dekat atau yang jauh, dengan wasiat atau tanpa wasiat, dan dalil ini dengan hadits yang sangat banyak”.
(Naylul Awthar lil Imam Assyaukaniy Juz 4 hal 142, Al majmu’ Syarh Muhadzab lil Imam
Nawawiy Juz 15 hal 522).
Kesimpulannya bahwa hal ini merupakan ikhtilaf ulama, ada yang mengatakan pengiriman amal pada mayyit sampai secara keseluruhan, ada yang mengatakan bahwa pengiriman
bacaan Alqur’an tidak sampai, namun kesemua itu bila dirangkul dalam doa kepada Allah untuk disampaikan maka tak ada ikhtilaf lagi
.
Dan kita semua dalam tahlilan itu pastilah ada ucapan : Allahumma awshil, tsawabaa maa qaraa’naa minalqur’anilkarim… dst (Wahai Allah, sampaikanlah pahala apa – apa yang kami baca, dari alqur’anulkarim…dst). Maka jelaslah sudah bahwa Imam Syafii dan
seluruh Imam Ahlussunnah waljamaah tak ada yang mengingkarinya dan tak adapula yang mengatakannya tak sampai.
Kita ahlussunnah waljamaah mempunyai sanad, bila saya bicara fatwa Imam Bukhari, saya mempunyai sanad guru kepada Imam Bukhari. Bila saya berbicara fatwa Imam Nawawi,
saya mempunyai sanad guru kepada Imam Nawawi, bila saya berbicara fatwa Imam Syafii, maka saya mempunyai sanad Guru kepada Imam Syafii.
Demikianlah kita ahlussunnah waljamaah, kita tidak bersanad kepada buku, kita mempunyai sanad guru, boleh saja dibantu oleh buku – buku, namun acuan utama adalah pada guru yang
mempunyai sanad.
Kasihan mereka mereka yang keluar dari ahlussunnah waljamaah karena berimamkan buku, agama mereka sebatas buku – buku, iman mereka tergantung buku, dan akidah mereka adalah pada buku – buku.
Jauh berbeda dengan ahlussunnah waljamaah, kita tahu siapa Imam Nawawi, Imam Nawawi bertawassul pada Nabi saw, Imam Nawawi mengagungkan Rasul saw, beliau membuat shalawat yg dipenuhi salam pada Nabi Muhammad saw, ia memperbolehkan tabarruk dan ziarah kubur, demikianlah para ulama ahlussunnah waljamaah
.
Sabda Rasulullah saw : “Sungguh sebesar - besar kejahatan muslimin pada musliminlainnya, adalah yang bertanya tentang hal yang tidak diharamkan atas muslimin, menjadidiharamkan atas mereka karena pertanyaannya” (Shahih Muslim hadits No.2358, dan
juga teriwayatkan pada Shahih Bukhari).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar